Thursday, March 14, 2019

ALI BIN ABI THOLIB “Karramallahu Wajhahu” ….. PEMBERANI dan CERDAS

0 Comments
x


ALI BIN ABI THOLIB “Karramallahu Wajhahu” ….. PEMBERANI dan CERDAS 


ali singa allah



ALI BIN ABI THOLIB “Karramallahu Wajhahu” ….. PEMBERANI dan CERDAS
………………………….ALI Bin ABi TAHLIB = BUKAN SYIAH
——————————–
hanya orang MUSYRIK dan MUNAFIK saja …. yg mengatakan Ali adalah SYIAH
……………………………………………

SYI’AH SESAT

—————————————–
Dari Ibnu Abbas ujarnya, saya pernah berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersamaan dengan Ali. Saat itu Nabi bersabda kepada Ali: Wahai Ali, nanti akan muncul di tengah umatku suatu kaum yang berlebihan dalam mencintai kita ahlul bait, mereka dikenal dengan nama Syi’ah Rafidhah. Karena itu bunuhlah mereka sebab mereka adalah kaum musyrik. HR Ath-Thabrani dalam kitab Al-Mu’jam Al-Kabir no. 12998
—————————————
Syi’ah sebuah kelompok agama yang memiliki prinsip-prinsip ajaran:
————————————–
Al-Qur’an sudah berubah dari aslinya, baik karena adanya tambahan atau pengurangan pada saat dikumpulkan oleh para sahabat di masa khalifah Abu Bakar. Hal ini dinyatakan oleh ulama Syi’ah bernama At-Tabrizi dalam bukunya Fashlul Khithab fi Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab.
———————————–
Mereka melebihkan imam-imam Syi’ah di atas seluruh para Nabi seperti yang ditulis oleh Al-Kulaini dalam kitabnya Al-Kafi dan tokoh Syi’ah modern Khomaini.
——————————
Sangat penuh rasa benci pada tokoh-tokoh utama sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan Hafsah radhiyallahu ‘anhum. Mereka menganggap para tokoh sahabat yang menjadi kekasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini sebagai penjahat ulung terhadap ajaran Rasulullah. ……
Berkeyakinan bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu yang belum terjadi, tetapi para imam Syi’ah mengetahui segala sesuatu di masa lalu, masa kini dan akan datang. ……………….
Dengan adanya doktrin-doktrin keagamaan semacam ini, patutkah Syi’ah dikategorikan sebagai salah satu komunitas muslim sebagaimana halnya komunitas ahlussunah wal jama’ah. ????
——————————–
Syi’ah yang memiliki doktrin sebagaimana yang disebut di atas, telah dinubuwatkan oleh Rasulullah sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh imam Ath-Thabrani dalam kitab Al-Mu’jam Al-Kabir no. 12998
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قال : كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَعِنْدَهُ عَلِيٌّ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « يَا عَلِيُّ ، سَيَكُوْنُ فِي أُمَّتِيْ قَوْمٌ يَنْتَحِلُوْنَ حُبَّنَا أَهْلَ الْبَيْتِ لَهُمْ نَبَزٌ يُسَمَّوْنَ الرَّافِضَةَ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّهُمْ مُشْرِكُوْنِ ».
Dari Ibnu Abbas ujarnya, saya pernah berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersamaan dengan Ali. Saat itu Nabi bersabda kepada Ali: Wahai Ali, nanti akan muncul di tengah umatku suatu kaum yang berlebihan dalam mencintai kita ahlul bait, mereka dikenal dengan nama Syi’ah Rafidhah. Karena itu bunuhlah mereka sebab mereka adalah kaum musyrik. ………………………….
Selain dari nubuwat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini, khalifah Ali bin Abi Thalib sendiri berkata: di belakang kami kelak akan muncul suatu kaum yang mengaku cinta kepada kamu. Mereka suka berdusta dengan nama kamu, mereka sebenanya keluar dari Islam. Ciri mereka yaitu gemar memaki Abu Bakar dan Umar. …………………………….
Ammar bin Yasir berkata kepada seorang laki-laki yang mencerca Aisyah ketika berada di sisi Ammar bin Yasir: “Pergilah kamu wahai orang yang celaka, apakah engkau senang menyakiti kekasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR At-Tirmidzi, hadits hasan]
——————————–
Semua golongan Syi’ah senang sekali mencerca Aisyah radhiyallahu ‘anha.
————————
Demikianlah sebenarnya sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Ali bin Abi Thalib, dan Ammar bin Yasir yang oleh kaum Syi’ah dipandang sebagai tokoh-tokoh mereka, tetapi ternyata menyuruh kita untuk memerangi Syi’ah karena mereka musyrik atau keluar dari Islam.
————————————–
syiah sesat 34
Bahkan Ali Pun Membakar Kaum Syiah, dan Sebagian Lagi Melarikan Diri dari Pedang Beliau

SYAIKHUL-Islâm Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatatakan bahwa “Syi’ah itu buatan kaum zindiq munafik, yang pada masa ‘Ali hidup, beliau telah membakar sebagian dari mereka dan sebagian lagi melarikan diri dari pedang beliau,” [Minhâjus Sunnah 1/11].
Apa yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah hendaknya sudah jelas dan tegas bahwa Syiah sama sekali bukan sekte (atau bagian) dari Islam. Ibnu Taimiyyah adalah seorang ulama besar yang pernah dipunyai oleh sejarah Islam. Siapa meragukan kapasitas beliau secara keislaman dan ilmu?
Salah satu ciri yang menonjol dari kaum Syiah adalah mereka sangat mengagung-agungkan Ali, sebaliknya sangat mendeskreditkan sahabat-sahabat lainnya—padahal dibandingkan dengan Abu Bakar, Umar, dan Ustman, siapalah orang-orang Syiah itu amalnya terhadap Rasulullah dan Islam?
Inilah perkataan-perkataan kaum Syiah terhadap para sahabat, yang dinukilkan dari kitab-kitab mereka sendiri:
1. Mereka mengatakan, bahwa para sahabat telah murtad sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali tiga orang, yaitu: Miqdâd bin Aswad, Abu Dzar, dan Salmân al-Fârisi. [Raudhatun Minal Kâfi 8/245-246 oleh ulama mereka yang bernama Al Kulini].
2. Mereka mengatakan, bahwa para sahabat adalah orang-orang kuffar, sesat, dan terlaknat karena memerangi ‘Ali dan mereka kekal di neraka. [Awâ-ilul Maqâlât hal. 45 oleh Mufîd].
3. Ni’matullah al-Jazâ-iri al-Mâjûsi mengatakan dalam kitabnya, al-Anwâru Nu’mâniyyah (2/244), “Imamiyyah mengatakan dengan nash yang terang atas imamahnya ‘Ali dan mereka telah mengkafirkan para sahabat.”
4. Muhammad Bâqir al Majlîsi mengatakan: “Aqidah kita tentang berlepas diri (al-barâ`) ialah: bahwa sesungguhnya kita berlepas diri dari empat orang berhala, yaitu: Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmân, dan Mu’âwiyah. Dan dari empat orang perempuan, yaitu: ‘Aisyah, Hafshah, Hindun, dan Ummul-Hakam. Dan dari semua pendukung dan pengikut-pengikut mereka. Sesungguhnya mereka adalah sejelek-jelek makhluk Allah di permukaan bumi; dan sesungguhnya tidak sempurna iman kepada Allah dan Rasul-Nya dan (iman) kepada para imam, kecuali sesudah berlepas diri dari musuh-musuh mereka”. [Haqqul-Yakîin, hal. 519 dalam bahasa Parsi].
5. Mereka mengatakan, bahwa Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmân diadzab di neraka dengan sekeras-keras
azab.
6. Mereka mengatakan, bahwa Abu Bakr dan ‘Umar adalah orang pertama yang masuk neraka bersama Iblis.
SYIAH BUKAN ISLAM 1
7. Bahkan mereka mengatakan, bahwa ‘Umar diadzab di neraka lebih keras dari iblis. [Al-Anwârun- Nu’mâniyyah, 1/81-82].
8. Penyusun kitab al-Anwârun-Nu’mâniyyah (1/81-82) berkata : “Telah datang riwayat-riwayat yang khusus-yakni dari Syi’ah karena ahlus Sunnah menurut mereka adalah orang-orang awam-, “Sesungguhnya setan dirantai dengan tujuh puluh rantai dari besi Jahannam, dan ia dibawa ke mahsyar (tempat berkumpul). Maka, setan melihat ada seorang laki-laki di depannya yang dibawa oleh Malaikat Adzab, dalam keadaan di lehernya ada seratus dua puluh rantai dari rantairantai Jahannam. Lalu, setan mendekat kepadanya dan ia bertanya (kepada orang itu): ‘Apakah gerangan yang telah diperbuat oleh orang celaka ini sehingga dia diadzab lebih dariku, padahal akulah yang menyesatkan makhluk dan membawa mereka kepada kebinasaan?’ Maka, ‘Umar menjawab pertanyaan setan itu: “Tidak ada sesuatu pun yang aku kerjakan selain sesungguhnya aku telah merampas khilâfah ‘Ali bin Abi Thâlib’.”
Kemudian si Majusi yang bernama Ni’matullah al-Jazâ-iri ini memberi komentar: “Zhahirnya bahwa dia -yakni Umar- manganggap kecil apa yang menyebabkan dirinya menjadi celaka dan bertambah adzabnya, padahal dia tidak tahu, bahwa setiap yang terjadi di dunia ini sampai hari Kiamat berupa kekufuran dan kemunafikan dan berkuasanya orang-orang yang durhaka dan zhalim, tidak lain melainkan disebabkan oleh perbuatannya ini.” (Saya nukil dari kitab Mas-alatut Taqrîb [1/366) oleh Syaikh Nâshir al-Qifâri].
Lihatlah apa yang telah dikatakan si Majusi ini terhadap khalifah yang mulia ‘Umar bin Khaththâb Radhiallahu ‘anhu. Yang menurut keyakinan Syi’ah, bahwa ‘Umar diazab lebih pedih dan lebih besar dari Iblis!? Demikian juga bahwa perbuatan ‘Umar lebih menyesatkan daripada perbuatan Iblis!?
9. Telah berkata seorang Majusi lainnya, asy-Syirâzi, yang mereka namakan tanpa haq dengan “Ayatollah”(!?): “Biarkanlah mereka (yakni Syi’ah) menjelaskan dengan setiap ketegasan, sesungguhnya Abu Bakr dan ‘Umar, keduanya tidak pernah beriman kepada Allah meskipun sekejap mata saja. Biarkanlah mereka (yakni Syi’ah) menjelaskan dengan setiap ketegasan, sesungguhnya ‘Aisyah seorang Khawârij, sedangkan Khawârij adalah kafir. Biarkanlah mereka (yakni Syi’ah) menjelaskan dengan setiap ketegasan, sesungguhnya ‘Utsman laknatullah dari Bani Umayyah, dan mereka adalah pohon yang terlaknat di dalam Al-Qur’ân.”
Si Majusi ini sampai hari ini masih hidup sebagai salah seorang ulama mereka (baca: Syi’ah Râfidhah).
(Saya nukil dengan ringkas dari kitab Zhâhiratut-Takfîr fi Madzhab Syi’ah (hal. 9) oleh Syaikh ‘Abdurrahmân Muhammad Sa’îd ad-Dimasyqiyyah).
10.Al Kulini di kitabnya, al-Kâfi, di bagian kitab “Raudhah” mengatakan: “Bahwa dua orang Syaikh (yang dimaksud oleh mereka adalah Abu Bakar dan ‘Umar) telah terpisah dari dunia ini (yakni mati) (dalam keadaan) tidak bertaubat dan tidak mengingat apa yang keduanya telah perbuat terhadap Amirul-Mukminin (yakni ‘Ali bin Abi Thâlib), maka atas keduanya laknat Allah dan malaikat dan manusia semuanya.” [Saya nukil dari kitab Mas-alatut-Taqrîb Baina Ahlis-Sunnah wasy-Syî’ah (1/366) oleh Syaikh Nâshir al-Qifâri].
11.Kemudian si Majusi yang bernama Ni’matullah al-Jazâ-iri di kitab al-Anwârun Nu’mâniyyah (2/111) mengatakan: “Telah dinukil di dalam riwayat-riwayat pertama –yakni riwayat Syi’ah- bahwa khalifah yang pertama –yakni Abu Bakr- bersama dengan Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan berhala yang biasa dia sembah pada zaman Jahiliyyah tergantung di lehernya tertutup oleh bajunya. Dan dia pun sujud –yakni di dalam shalat- sedangkan yang dia maksudkan adalah sujud kepada berhalanya itu sampai Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam mati, maka barulah mereka (yakni para sahabat di bawah pimpinan Abu Bakr) menyatakan (secara terang-terangan) apa yang ada di dalam hati-hati mereka.”
Demikianlah, beberapa tuduhan keji sekte aneh ini terhadap para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah mendapatkan sanjungan dari Allah Azza wa Jalla. Semoga kian menyadarkan kaum muslimin akan tipu-daya dan kebusukan mereka. Wallahul-Hâdi [Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat/majalah as-sunnah]
…………………………..
‘Ali bin Abi Thalib (lahir sekitar 13 Rajab 23 Pra Hijriah / 599 – wafat 21 Ramadhan 40 Hijriah / 661 ), adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Ali adalah sepupu dari Nabi Muhammad, dan setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia menjadi menantu Nabi Muhammad SAW.
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan).
Muslim Syi’ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka’bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.
Ia bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk memiliki penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah). Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu.
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Nabi Muhammad .
Ali Bin Abu Thalib tumbuh menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak jelas kematangannya, yang juga menunjukkan kekuatan, dan ketegasan. Saat ia menginjak usia pemuda, ia segera berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti yang dilakukan oleh pemuda seusianya. Contoh yang paling jelas adalah keikhlasannya untuk menjadi tameng Rasulullah Saw saat beliau hijrah, dengan menempati tempat tidur beliau. Ia juga terlibat dalam peperangan yang hebat, seperti dalam perang Al Ahzab, dia pula yang telah menembus benteng Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama.
Ali bin Abu Thalib adalah seorang dengan perawakan sedang, antara tinggi dan pendek, perutnya agak menonjol, pundaknya lebar, kedua lengannya berotot, seakan sedang mengendarai singa. lehernya berisi. bulu jenggotnya lebat, matanya besar, wajahnya tampan. kulitnya agak gelap, postur tubuhnya tegap dan proporsional, bangun tubuhnya kokoh, seakan-akan dari baja.
Jika berjalan seakan-akan sedang turun dari ketinggian, seperti berjalannya Rasulullah Saw. Seperti dideskripsikan dalam kitab Usudul Ghaabah fi Ma’rifat ash Shahabah: adalah Ali bin Abi Thalib bermata besar, berkulit gelap, berotot kokoh, berbadan besar, berjenggot lebat, bertubuh agak pendek, sangat fasih dalam berbicara, berani, pantang mundur, dermawan, pemaaf, lembut dalam berbicara, dan halus perasaannya.
Jika ia dipanggil untuk berduel dengan musuh di medan perang, ia segera maju tanpa gentar, mengambil perlengkapan perangnya, dan menghunuskan pedangnya. Untuk kemudian menjatuhkan musuhnya dalam beberapa langkah. Karena sesekor singa, ketika ia maju untuk menerkam mangsanya, ia bergerak dengan cepat bagai kilat, dan menyergap dengan tangkas, untuk kemudian membuat korban tak berkutik.
Tadi adalah sifat-sifat fisiknya. Sedangkan sifat-sifat kejiwaannya, maka ia adalah sosok yang sempurna, penuh dengan kemuliaan. Keberaniannya menjadi perlambang para kesatria pada masanya. Setiap kali ia menghadapi musuh di medan perang, maka dapat dipastikan ia akan mengalahkannya. Seorang yang takwa tak terkira, tidak mau masuk dalam hal yang syubhat, dan tidak pernah melalaikan syari’at.
Seorang yang zuhud, dan memilih hidup dalam kesederhanaan. Ia makan cukup dengan berlauk-kan cuka, minyak dan roti kering yang ia patahkan dengan lututnya. Dan memakai pakaian yang kasar, sekadar untuk menutupi tubuh di saat panas, dan menahan dingin di kala udara dingin menghempas.
Penuh hikmah, adalah sifatnya yang jelas. Dia akan berhati-hati meskipun dalam sesuatu yang ia lihat benar, dan memilih untuk tidak mengatakan dengan terus terang, jika hal itu akan membawa mudharat bagi umat. Ia menempatkan hal pada tempatnya yang tepat. Berusaha berjalan seirama dengan rekan-rekan pembawa panji dakwah, seperti keserasian butiran-butiran air di lautan.
Ia bersikap lembut, sehingga banyak orang yang sezaman dengannya melihat ia sedang bergurau, padahal hal itu adalah suatu bagian dari sifat kesempurnaan yang melihat apa yang ada di balik sesuatu, dan memandang kepada kesempurnaan. Ia menginginkan agar realitas yang tidak sempurna berubah menjadi lurus dan meningkat ke arah kesempurnaan.
Ia terkenal kefasihannya. Sehingga ucapan-ucapannya mengandung nilai-nilai sastra Arab yang jernih dan tinggi. Baik dalam menciptakan peribahasa maupun hikmah. Ia juga mengutip dari redaksi Al Quran, dan hadits Rasulullah Saw, sehingga menambah benderang dan semerbak kata-katanya. Yang membuat dirinya berada di puncak kefasihan bahasa dan sastra Arab.
Ia sangat loyal terhadap pendidiknya, Nabi-nya, juga Rabb-nya. Serta berbuat baik kepada kerabatnya. Amat mementingkan istrinya yang pertama, Fathimah az Zahra. Dan ia selalu berusaha memberikan apa yang baik dan indah kepada orang yang ia senangi, kerabatnya atau kenalannya.
Ali Bin Abu Thalib berpendirian teguh, sehingga menjadi tokoh yang namanya terpatri dalam sejarah. Tidak mundur dalam membela prinsip dan sikap. Sehingga banyak orang yang menuduhnya bodoh dalam politik, tipu daya bangsa Arab, dan dalam hal melembutkan sikap musuh, sehingga kesulitan menjadi berkurang. Namun, sebenarnya kemampuannya jauh di atas praduga yang tidak benar, karena ia tahu apa yang ia inginkan, dan menginginkan apa yang ia tahu. Sehingga, di samping kemanusiaannya, ia seakan-akan adalah sebuah gunung yang kokoh, yang mencengkeram bumi.
Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke-2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani, atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau.
Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir atau syariah dan bathin atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan cerdas.
Ali bersedia tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan efek Nabi yang tidur hingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar .
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Nabi menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang se-rumpun (Bani Hasyim), yang paling dulu percaya kenabian Muhammad (setelah Khadijah), yang selalu belajar di bawah Nabi dan banyak hal lain.
Ketika Muhammad menemukan Ali menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun lalu duduk dan membersihkan punggung Ali sambil berkata, “Duduklah wahai Abu Turab , duduklah. “Turab” yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali.
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi.
Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, diperkirakan sekitar 36 musuh tewas diujung pedang Ali, dan semua sepakat beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
Dalam perang Uhud, Ali berduel dengan 29 musuh dan semua musuhnya itu pun tewas menemui ajal di ujung pedangnya. “Tidak ada pedang, setajam pedang Zulfikar dan tidak ada pemuda yang setangguh Ali bin Abu Thalib” Demikianlah slogan yang selalu didengung-dengungkan oleh kaum muslimin saat usai perang Uhud yang amat dahsyat itu tengah berlangsung.
Dalam perang tersebut, Ali bin Abu Thalib memperlihatkan ketangguhannya sebagai seorang pahlawan Islam yang gagah perkasa. Ia di kenal sebagai jagoan bangsa Arab yang memiliki keterampilan memainkan pedang dengan tangguh. Sementara itu, baju besi yang dimilikinya berbentuk tubuh bagian depan di kedua sisi, dan tidak ada bagian belakangnya. Ketika di tanya, “Mengapa baju besimu itu tidak dibuatkan bagian belakangnya, Hai Abu Husein?” Maka Ali bin Abu Thalib akan menjawabnya dengan mudah, “Kalau seandainya aku menghadapi musuhku dari belakang, niscaya aku akan binasa.”
Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw bersabda: “Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya”.
Dan keesokkan harinya Rasulullah ternyata menyerahkan bendera kepemimpinan itu kepada Ali bin Abu Thalib yang sedang menderita penyakit mata. Kemudian Rasulullah meludahi kedua belah matanya yang sedang sakit sampai sembuh seraya berkata, “Hai Ali, terimalah bendera perang ini dan bawalah pasukan kaum muslimin bersamamu menuju benteng Khaibar hingga Allah membukakan pintu kemenangan untuk kaum muslimin.”
Lalu Ali bin Abu Thalib memimpin tim dan memusatkan pasukannya di sebuah batu karang besar dekat benteng guna menghimpun kekuatan kembali. Tak lama kemudian ia memberikan komando untuk bersiap-siap menyerbu ke benteng dan akhirnya terjadilah perang yang sengit antara kaum muslimin dengan orang-orang yahudi di sana.
Ali bin Abu Thalib memainkan pedang Zulfikar-nya dengan gesit dan menghunuskan kepada musuhnya yang berani menghadang. Tidak ada musuh pun yang selamat dari kelebatan pedang yang di pegang Ali. Akan tetapi seorang yahudi tiba-tiba menghantamkan pedang kearahnya dengan keras. Secepat kilat di tangkis serangan itu dengan tamengnya, sampai terjatuh tamengnya itu. Akhirnya ia raih sebuah pintu besar yang terbuat dari besi yang berada di sekitar benteng dan dijadikan-nya sebagai tameng dari serangan pedang orang-orang yahudi lainnya. Dan ia tetap menggunakan pintu besar itu hingga perang usai dan kaum muslimin memperoleh kemenangan.
Abu Rofi’ seorang sahabat yang ikut perang itu menyatakan, “Aku telah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri bagaimana Ali bin Abu Thalib mencabut pintu besi yang besar itu untuk dijadikan tameng-nya, Setelah tameng-nya terjatuh dari tangannya.” Kemudian setelah perang usai, ada delapan orang laki-laki, salah seorang diantaranya adalah aku sendiri, yang berusaha untuk menggotong dan menempatkan kembali pintu besi itu ke tempat semula, tetapi mereka tidak mampu untuk melakukannya karena terlalu berat. ”
Ali bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian. Hampir semua peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk menjaga kota Madinah .
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak memiliki pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai’at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai’at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Ketika Ali bin Abu Thalib di angkat menjadi khalifah ke empat menggantikan Khalifah Ustman bin Affan, maka ia tidak pernah melakukan kecurangan atau penyelewengan dalam pemerintahannya. Ia tidak pernah melakukan korupsi atau memakan uang rakyat yang ada di “baitul maal.” Namun Ia lebih memilih untuk bekerja sendiri atau menjual harta benda miliknya sendiri untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari.
Bahkan diceritakan bahwa Ia pernah pergi ke pasar untuk menawarkan pedangnya kepada orang-orang yang berada di sana sambil berkata, “Apakah di antara kalian yang akan membeli pedangku ini, karena hari ini aku sedang tidak memiliki uang?” Kemudian orang-orang balik bertanya, “Bukankah Anda seorang Khalifah yang memiliki uang banyak ya Amirul Mukminin?” Lalu Ali pun menjawab, “Kalau seandainya aku memiliki uang empat dirham saja, tentu aku tidak akan menjual pedang kesayanganku ini.”
Pernah suatu ketika Ali bin Abu Thalib tengah menangis di mihrab Masjid Nabawi seraya berkata, “Wahai dunia, janganlah engkau bisa memperdayai-ku Tapi perdaya-lah orang-orang selain-ku. Sungguh aku telah menceraikanmu dari diriku dan jangan engkau kembali kepadaku!”
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Perang Jamal, 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu’minin Aisyah binti Abu Bakar, perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya.
Ditambah lagi dengan terjadinya “perang Shiffin” yaitu perang antara pasukan Ali bin Abi Thalib ra. melawan pasukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang didalamnya terjadi peristiwa “Tahkim” hal ini menimbulkan konflik yang parah, hingga memecah belah umat Islam menjadi berfirqah-firqah.
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya.
Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
x
  1. Syi’ah yang memiliki doktrin sebagaimana yang disebut di atas, telah dinubuwatkan oleh Rasulullah sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh imam Ath-Thabrani dalam kitab Al-Mu’jam Al-Kabir no. 12998
    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قال : كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَعِنْدَهُ عَلِيٌّ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « يَا عَلِيُّ ، سَيَكُوْنُ فِي أُمَّتِيْ قَوْمٌ يَنْتَحِلُوْنَ حُبَّنَا أَهْلَ الْبَيْتِ لَهُمْ نَبَزٌ يُسَمَّوْنَ الرَّافِضَةَ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّهُمْ مُشْرِكُوْنِ ».
    Dari Ibnu Abbas ujarnya, saya pernah berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersamaan dengan Ali. Saat itu Nabi bersabda kepada Ali: Wahai Ali, nanti akan muncul di tengah umatku suatu kaum yang berlebihan dalam mencintai kita ahlul bait, mereka dikenal dengan nama Syi’ah Rafidhah. Karena itu bunuhlah mereka sebab mereka adalah kaum musyrik. ………………………….
    Selain dari nubuwat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini, khalifah Ali bin Abi Thalib sendiri berkata: di belakang kami kelak akan muncul suatu kaum yang mengaku cinta kepada kamu. Mereka suka berdusta dengan nama kamu, mereka sebenanya keluar dari Islam. Ciri mereka yaitu gemar memaki Abu Bakar dan Umar. …………………………….
    Ammar bin Yasir berkata kepada seorang laki-laki yang mencerca Aisyah ketika berada di sisi Ammar bin Yasir: “Pergilah kamu wahai orang yang celaka, apakah engkau senang menyakiti kekasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR At-Tirmidzi, hadits hasan]
  2. ‘Ali bin Abi Thalib (lahir sekitar 13 Rajab 23 Pra Hijriah / 599 – wafat 21 Ramadhan 40 Hijriah / 661 ), adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Ali adalah sepupu dari Nabi Muhammad, dan setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia menjadi menantu Nabi Muhammad SAW.
    Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan).
    Muslim Syi’ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka’bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.
    Ia bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk memiliki penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah). Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu.
    Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Nabi Muhammad .
    Ali Bin Abu Thalib tumbuh menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak jelas kematangannya, yang juga menunjukkan kekuatan, dan ketegasan. Saat ia menginjak usia pemuda, ia segera berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti yang dilakukan oleh pemuda seusianya. Contoh yang paling jelas adalah keikhlasannya untuk menjadi tameng Rasulullah Saw saat beliau hijrah, dengan menempati tempat tidur beliau. Ia juga terlibat dalam peperangan yang hebat, seperti dalam perang Al Ahzab, dia pula yang telah menembus benteng Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama.
    Ali bin Abu Thalib adalah seorang dengan perawakan sedang, antara tinggi dan pendek, perutnya agak menonjol, pundaknya lebar, kedua lengannya berotot, seakan sedang mengendarai singa. lehernya berisi. bulu jenggotnya lebat, matanya besar, wajahnya tampan. kulitnya agak gelap, postur tubuhnya tegap dan proporsional, bangun tubuhnya kokoh, seakan-akan dari baja.
    Jika berjalan seakan-akan sedang turun dari ketinggian, seperti berjalannya Rasulullah Saw. Seperti dideskripsikan dalam kitab Usudul Ghaabah fi Ma’rifat ash Shahabah: adalah Ali bin Abi Thalib bermata besar, berkulit gelap, berotot kokoh, berbadan besar, berjenggot lebat, bertubuh agak pendek, sangat fasih dalam berbicara, berani, pantang mundur, dermawan, pemaaf, lembut dalam berbicara, dan halus perasaannya.
    Jika ia dipanggil untuk berduel dengan musuh di medan perang, ia segera maju tanpa gentar, mengambil perlengkapan perangnya, dan menghunuskan pedangnya. Untuk kemudian menjatuhkan musuhnya dalam beberapa langkah. Karena sesekor singa, ketika ia maju untuk menerkam mangsanya, ia bergerak dengan cepat bagai kilat, dan menyergap dengan tangkas, untuk kemudian membuat korban tak berkutik.
    Tadi adalah sifat-sifat fisiknya. Sedangkan sifat-sifat kejiwaannya, maka ia adalah sosok yang sempurna, penuh dengan kemuliaan. Keberaniannya menjadi perlambang para kesatria pada masanya. Setiap kali ia menghadapi musuh di medan perang, maka dapat dipastikan ia akan mengalahkannya. Seorang yang takwa tak terkira, tidak mau masuk dalam hal yang syubhat, dan tidak pernah melalaikan syari’at.
    Seorang yang zuhud, dan memilih hidup dalam kesederhanaan. Ia makan cukup dengan berlauk-kan cuka, minyak dan roti kering yang ia patahkan dengan lututnya. Dan memakai pakaian yang kasar, sekadar untuk menutupi tubuh di saat panas, dan menahan dingin di kala udara dingin menghempas.
    Penuh hikmah, adalah sifatnya yang jelas. Dia akan berhati-hati meskipun dalam sesuatu yang ia lihat benar, dan memilih untuk tidak mengatakan dengan terus terang, jika hal itu akan membawa mudharat bagi umat. Ia menempatkan hal pada tempatnya yang tepat. Berusaha berjalan seirama dengan rekan-rekan pembawa panji dakwah, seperti keserasian butiran-butiran air di lautan.
    Ia bersikap lembut, sehingga banyak orang yang sezaman dengannya melihat ia sedang bergurau, padahal hal itu adalah suatu bagian dari sifat kesempurnaan yang melihat apa yang ada di balik sesuatu, dan memandang kepada kesempurnaan. Ia menginginkan agar realitas yang tidak sempurna berubah menjadi lurus dan meningkat ke arah kesempurnaan.
    Ia terkenal kefasihannya. Sehingga ucapan-ucapannya mengandung nilai-nilai sastra Arab yang jernih dan tinggi. Baik dalam menciptakan peribahasa maupun hikmah. Ia juga mengutip dari redaksi Al Quran, dan hadits Rasulullah Saw, sehingga menambah benderang dan semerbak kata-katanya. Yang membuat dirinya berada di puncak kefasihan bahasa dan sastra Arab.
    Ia sangat loyal terhadap pendidiknya, Nabi-nya, juga Rabb-nya. Serta berbuat baik kepada kerabatnya. Amat mementingkan istrinya yang pertama, Fathimah az Zahra. Dan ia selalu berusaha memberikan apa yang baik dan indah kepada orang yang ia senangi, kerabatnya atau kenalannya.
    Ali Bin Abu Thalib berpendirian teguh, sehingga menjadi tokoh yang namanya terpatri dalam sejarah. Tidak mundur dalam membela prinsip dan sikap. Sehingga banyak orang yang menuduhnya bodoh dalam politik, tipu daya bangsa Arab, dan dalam hal melembutkan sikap musuh, sehingga kesulitan menjadi berkurang. Namun, sebenarnya kemampuannya jauh di atas praduga yang tidak benar, karena ia tahu apa yang ia inginkan, dan menginginkan apa yang ia tahu. Sehingga, di samping kemanusiaannya, ia seakan-akan adalah sebuah gunung yang kokoh, yang mencengkeram bumi.
    Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke-2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.
    Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani, atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau.
    Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir atau syariah dan bathin atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan cerdas.
    Ali bersedia tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan efek Nabi yang tidur hingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar .
    Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Nabi menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang se-rumpun (Bani Hasyim), yang paling dulu percaya kenabian Muhammad (setelah Khadijah), yang selalu belajar di bawah Nabi dan banyak hal lain.
    Ketika Muhammad menemukan Ali menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun lalu duduk dan membersihkan punggung Ali sambil berkata, “Duduklah wahai Abu Turab , duduklah. “Turab” yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali.
    Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi.
    Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, diperkirakan sekitar 36 musuh tewas diujung pedang Ali, dan semua sepakat beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
    Dalam perang Uhud, Ali berduel dengan 29 musuh dan semua musuhnya itu pun tewas menemui ajal di ujung pedangnya. “Tidak ada pedang, setajam pedang Zulfikar dan tidak ada pemuda yang setangguh Ali bin Abu Thalib” Demikianlah slogan yang selalu didengung-dengungkan oleh kaum muslimin saat usai perang Uhud yang amat dahsyat itu tengah berlangsung.
    Dalam perang tersebut, Ali bin Abu Thalib memperlihatkan ketangguhannya sebagai seorang pahlawan Islam yang gagah perkasa. Ia di kenal sebagai jagoan bangsa Arab yang memiliki keterampilan memainkan pedang dengan tangguh. Sementara itu, baju besi yang dimilikinya berbentuk tubuh bagian depan di kedua sisi, dan tidak ada bagian belakangnya. Ketika di tanya, “Mengapa baju besimu itu tidak dibuatkan bagian belakangnya, Hai Abu Husein?” Maka Ali bin Abu Thalib akan menjawabnya dengan mudah, “Kalau seandainya aku menghadapi musuhku dari belakang, niscaya aku akan binasa.”
  3. Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
    Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw bersabda: “Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya”.
    Dan keesokkan harinya Rasulullah ternyata menyerahkan bendera kepemimpinan itu kepada Ali bin Abu Thalib yang sedang menderita penyakit mata. Kemudian Rasulullah meludahi kedua belah matanya yang sedang sakit sampai sembuh seraya berkata, “Hai Ali, terimalah bendera perang ini dan bawalah pasukan kaum muslimin bersamamu menuju benteng Khaibar hingga Allah membukakan pintu kemenangan untuk kaum muslimin.”
    Lalu Ali bin Abu Thalib memimpin tim dan memusatkan pasukannya di sebuah batu karang besar dekat benteng guna menghimpun kekuatan kembali. Tak lama kemudian ia memberikan komando untuk bersiap-siap menyerbu ke benteng dan akhirnya terjadilah perang yang sengit antara kaum muslimin dengan orang-orang yahudi di sana.
    Ali bin Abu Thalib memainkan pedang Zulfikar-nya dengan gesit dan menghunuskan kepada musuhnya yang berani menghadang. Tidak ada musuh pun yang selamat dari kelebatan pedang yang di pegang Ali. Akan tetapi seorang yahudi tiba-tiba menghantamkan pedang kearahnya dengan keras. Secepat kilat di tangkis serangan itu dengan tamengnya, sampai terjatuh tamengnya itu. Akhirnya ia raih sebuah pintu besar yang terbuat dari besi yang berada di sekitar benteng dan dijadikan-nya sebagai tameng dari serangan pedang orang-orang yahudi lainnya. Dan ia tetap menggunakan pintu besar itu hingga perang usai dan kaum muslimin memperoleh kemenangan.
    Abu Rofi’ seorang sahabat yang ikut perang itu menyatakan, “Aku telah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri bagaimana Ali bin Abu Thalib mencabut pintu besi yang besar itu untuk dijadikan tameng-nya, Setelah tameng-nya terjatuh dari tangannya.” Kemudian setelah perang usai, ada delapan orang laki-laki, salah seorang diantaranya adalah aku sendiri, yang berusaha untuk menggotong dan menempatkan kembali pintu besi itu ke tempat semula, tetapi mereka tidak mampu untuk melakukannya karena terlalu berat. ”
    Ali bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian. Hampir semua peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk menjaga kota Madinah .

x

No comments:

Post a Comment

 
back to top